Apakah hukum suntikan bagi orang puasa?
Jawab: Suntikan itu ada dua jenis:
- Jenis yang berkedudukan sperti makanan dan minuman, seperti suntikan infus dengan berbagai macamnya. Maka segala sesuatu yang berkedudukan selayaknya makanan dan minuman hal itu membatalkan puasa.
- Jenis yang tidak berkedudukan selayaknya makanan atau minuman. Sesuai dengan pendapaat yang benar maka hal ini tidak membatalkan puasa, karena tidak ada dalil yang benar, yang jelas yang menunjukkan bahwa hal itu membatalkan.
Apa hukum menggunakan spray bagi penderita asma yang berpuasa?
Jawab: Yang benar bahwa hal itu tidak mengapa, meskipun ada sebagian butiran air yang masuk. Karena sebagian spray mengandung butiran air, dan butiran air mengakibatkan basah yang terkadang masuk ke kerongkongan. Maka yang benar adalah hal ini tidak mengapa karena ini perkara yang sulit untuk dihindari. Dan ini semisal dengan berkumur dan memasukkan air ke hidung saat wudhu’. Seseorang akan tetap tersisa suatu air pada rongganya dan tidak mungkin dia mengambil tisu lalu mengelapnya di dalam rongga mulutnya.
Dan kaidah syar’iyah mengatakan “Sesuatu yang sulit itu menuntut adanya kemudahan”. Akan tetapi tetap diingatkan bahwa pemakai spray tidak boleh berlebih-lebihan dalam memakainya, namun memakainya sekedar kebutuhannya saja. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar tidak berlebih-lebihan dalam berkumur dan memasukkan air ke hidung ketika wudhu’.
Termasuk dalam hal ini adalah asap pengharum ruangan yang dihirup oleh seseorang tanpa sekehendaknya lalu masuklah ke kerongkongannya. Maka hal ini tidak mengapa karena hal ini adalah perkara yang sulit dihindari. Namun lebih baik hal ini ditinggalkan, tidak seharusnya orang yang puasa menggunakan asap pengharum ruangan ini dikarenakan adanya kemungkinan masuknya asap ini.
Apakah rokok membatalkan puasa?
Jawab: Rokok itu membatalkan puasa, karena dia beroperasi pada jalan masuknya makanan dan minuman dan juga dia memiliki selera yang ada pada makanan dan minuman. Maka rokok itu membatalkan.
Lalu bagaimana dengan orang yang di samping orang merokok dan menghirup asapnya?
Jawab: Bahwa Allah Ta’ala telah mengangkat dari umat ini setiap perkara yang sangat memberatkan, dan orang ini dia terpaksa menghirupnya dan tidak menyengaja menghirupnya. Maka insyaallah tidak masalah, karena “Sesuatu yang sulit itu menuntut adanya kemudahan”.
Apa hukum menggunakan pasta gigi di saat sedang puasa?
Jawab: Sebaiknya ditinggalkan berdasarkan larangan Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam dari berlenih-lebihan dalam berkumur dan memasukkan air ke hidung ketika wudhu’. Sangat mungkin engkau memakainya selaing di saat puasa, seperti sebelu adzan subuh atau setelah masuk waktu buka. Akan tetapi jika seeoran butuh memakainya di siang hari puasa untuk menghilangkan bau tak sedap boleh baginya menggunakannya dengan catatan tidak berlebih-lebihan dalam memakainya.
Apa hukum menelan ludah atau lendir / dahak bagi orang puasa?
Jawab: Yang benar setiap yang sangat sulit untuk dihindari maka tidak mengapa karena “Sesuatu yang sulit itu menuntut adanya kemudahan”. Jika ada ludah dalam mulutmu tidak mengapa engkau menelannya, akan tetapi jika engkau sengaja mengumpulkannya kemudian menelannya maka hal ini tidak boleh, dan jika diteruskan dikhawatirkan akan merusak puasanya. Demikian juga masalah menelan dahak hukumnya sama dengan menelan ludah. Dan guru kami Syaikh Al-’Utsaimin berfatwa bahwa orang sengaja menelan dahak batal puasanya, dan pada kesempatan lain mengatakan ditakutkan puasanya akan batal.
Apa hukum mencium dan bermesraan dengan pasangan di saat puasa?
Jawab: Hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim adalah penentu dalam permasalahan ini. ‘Aisyah mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium sedang beliau dalam keadaan puasa, dan beliau bermesraan dalam kedaan puasa dan Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling bisa mengendalikan nafsunya.
Jika ciuman atau bermesraan itu tidak mengancamnya akan terjatuh pada syahwatnya maka tidak mengapa dilakukan pada saat puasa. Dan jika dikhwatirkan ciuman atau bermesraan itu akan mejatuhkan dia pada syahwatnya atau dikhawatirkan keluarnya mani maka tidak boleh dilakukan. Oleh karenanya Ibnul Qayyi rahimahullah menguatkan bahwa orang yang ditakutka akan terjatuh pada syahwatnya maka mencium dan bermesraan saat puasa baginya makruh. Jika bisa menguasai nafsunya maka tidak mengapa.
Tambahan: Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah mengatakan: Orang yang tidak bisa menguasai syahwatnya tidak boleh mencium dan bermesraan meskipun dia sudah tua / lanjut usianya. Dan orang yang mencium atau bermesraan kemudian keluar madzinya maka puasanya tidak batal, meskipun hal ini tetap ada pegaruhnya bagi kesempurnaan puasanya.
Dan beliau menegaskan bahwa orang yang melakukan onani pada saat puasa maka batal puasanya.
Karena dia tidak lagi mempuasakan syahwatnya. Dan onani itu haram berdasarkan ijma’ para shahabat sebagaimana ditegaskan oleh Asy-Syaikh Muqbi rahimahullah dalam kitabnya, dan orang yang menukilkan bahwa Imam Ahmad memberikan rukhshah maka nukilan itu tidak benar penisbahannya pada beliau.
Apa hukum mengeluarkan darah bagi orang yang puasa? Entah dengan bekam atau donor darah?
Jawab: Jika pengeluaran darah itu hanya sedikit dan tidak mengganggu badannya maka tidak membatalkan puasa. Dan jika mendatangkan gangguan sehingga ditakutkan membahayakan badannya maka lebih baik ditinggalkan, dan secara benar hal ini tidak membatalkan puasanya. Adapu hadits yang bermakna “Orang yang berbekam dan pembekamnya telah batal puasanya” adalah hadits yang diperbincangkan. Dan maknanya bukanlah oang yang berbekam atau yang membekam itu batl puasanya, tetapi maknanya bahwa bekam itu menjadi sebab batalnya sebuah puasa. Menjadi sebab batalnya puasa orang yang membekam dari sisi (kalau jaman dulu) ketika yang membekam menyedot darah dikhawatirkan akan masuk pada kerongkongannya. Adapun menjadi sebab batalnya puasa yang berbekam karena pengeluaran darah itu akan menjadikan dia lelah sehingga mengantarkan pada batalnya puasa.
Dan yang menegaskan bahwa bekam itu tidak membatalkan puasa adalah hadits Ibnu ‘Abbas dalam As-Shahih yang maknanya “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam pada kepalanya dan beliau dalam keadaan puasa dan berihram”. Namun sebaiknya pengeluaran darah ini ditinggalkan oleh yang berpuasa tekhusus kalau akan berpengaruh pada puasanya.
Tambahan: Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah mengatakan:
Penggunaan obat tetes pada hidung untuk pengobatan maka kebanyakan ulama menyatakan hal itu tidak membatalkan karena hidung bukanlah jalannya makanan.
Dan bercelak di saat puasa tidaklah mengapa dan tidak mempengaruhi puasanya, karena mata bukanlh jalannya makanan.
Termasuk pembatal puasa juga adalah keluarnya darah haidh dan nifas.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang telah lewat,
فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ
“Maka kami diperintahkan untuk menqadha’ puasa.”
Maka seorang wanita jika datang haidhnya atau keluar darah nifas maka batal puasanya dan tidak sah untuk puasa. Dan demikian dalam hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa wanitaa dikatakan kuraang agamanya yaitu disaat adatng haidhnya karena dia disaat itu meninggalkan puasa dan shalat.
Dengan ini kita mengetahui bahwa puasa tidak akan sempurna kecuali dengan meninggalkan pembatal puasa ini. Siapa yang menggampangkan urusannya dikhawatirkan baginya ancaman yang keras sebagaimana dalam hadits Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan oleh Ahmad bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِي رَجُلاَنِ ، فَأَخَذَا بِضَبْعَيَّ ، فَأَتَيَا بِي جَبَلاً وَعْرًا … فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا بِأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ ، قُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ ؟ قَالُوا : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِي ، فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ ، مُشَقَّقَةٍ أَشْدَاقُهُمْ ، تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ : قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ ؟ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
“Ketika aku tidur datang kepadaku dua orang keduanya memegang kedua lenganku lalu mengajakku ke suatu gunung ynag terjal… Lalu aku naik hingga aku sampai di pucuk gunung tiba-tiba terdengar suara yang keras, maka aku berkata: “Suara apakah ini?” Mereka berkata: “Ini adalah lolongan penghuni neraka.” Kemudian dia beranjak bersamaku tiba-tiba terlihat suatu kaum yang tergantung pada urat di atas tumitnya tercabik-cabik sudut mulutnya, darah mengucur dari sudut mulut. Aku berkata: “Siapa mereka itu?” Dia berkata: “Mereka adalah orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka (sebelum waktunya).”
Ini hukuman bagi orang yang berbuka sebelum waktunya, lalu bagaimana dengan orang yang berbuka di setiap detik hari-harinya. Bermudah-mudahan dalam menentukan waktu berbuka, tidak bersabar dan berkhianat dalam puasanya. Menampakkan di hadapan manusia dia sedang puasa padahal dia tidak puasa, atau tidak bersabar dari syahwatnya.
Siapa yang sengaja berbuka tanpa udzur syar’i maka tidak diterima darinya qadha’. Diriwayatkan sebuah hadits yang maknanya: “Siapa yang membatalkan puasa dengan sengaja pada Ramadhan tidak tergantikan puasa selama masih ada waktu meskipun dia melakukan puasa itu”. Meskipun hadits ini lemah akan tetapi maknanya benar didukung oleh keumuman dalil-dalil yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar