BAGI peminat sejarah, sedikit banyak pasti mengenal salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit ini, Candi Arimbi. Candi Arimbi ini adalah salah satu di antara sekian banyak
peninggalan Majapahit namun letaknya sangat terpencil dari semua peninggalan Majapahit lainnya. Peninggalan Kerajaan Majapahit kebanyakan terdapat di daerah Majokerto. Di sekitar Candi Arimbi ini ditanami dengan aneka bunga dan dikelilingi pohon-pohon cengkeh.
Dilihat dari motif atau corak arsitekturnya, Candi Arimbi mempunyai latar belakang agama Hindu, dimana di candi ini dulu terdapat Arca Purwati sebagai istri Dewa Siwa yang sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta. Sementara di pelataran atau halaman candi terdapat arca-arca yang berciri khas Hindu.
Nama lain dari Candi Arimbi adalah Caungkup Pulo. Sedangkan nama Arimbi dihubungkan dengan nama tokoh dalam pewayangan, yaitu Dewi Arimbi sebagai isteri dari Raden Werkudoro. Candi ini mempunyai ruangan pusat, tempat Arca Purwati dan arcanya sekarang di Museum Nasional Jakarta, yang melukiskan Tribuwana Wijaya Tungga Dewi, Raja Majapahit yang memerintah pada tahun 1328-1350 M. Masa pembangunan Candi Arimbi pada abad XIV M pada jaman Majapahit.
Secara administratif letak situs Candi Arimbi berada di Desa Pulosari Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang, secara arsitektural bangunan Candi Arimbi berdiri di atas alas dengan tinggi dan tangga masuk berada di sebelah barat, bahan terbuat dari batu andesit sedangkan pondasinya dari bata, arah hadapnya ke barat. Situs Candi Arimbi sekarang memiliki luas 896.56 m2.
Candi ini terletak di sebelah tenggara Kota Jombang atau sekitar 24 km dari Kota Jombang. Dari Mojoagung atau jalan provinsi yang menghubungan Surabaya-Jombang, candi ini terletak di sebelah selatan dengan jarak tempuh ± 17 km menuju kawasan pegunungan Wonosalam. Tinggi candi ± 10 m, lebar ± 6 m dan panjangnya ± 8 m. Setelah wafatnya Dewi Arimbi, konon jasadnya disemayamkan di Candi Arimbi ini. Sejak saat itu pula lambat laun wilayah di sekitar candi ini dikenal sebagai Dusun Ngrimbi.
Namun sayangnya, candi ini belum pernah dipugar atau mendapatkan perawatan selayaknya sehingga tak tampak lagi kemegahannya. Beberapa bagian candi setinggi sekitar delapan meter mulai terlihat pecah-pecah dan bagian puncak dan tengah keropos. Di musim hujan seperti saat ini, lumut hijau juga semakin subur tumbuh menutupi permukaannya. Hal ini seharusnya tak perlu terjadi jika ada "sentuhan serius" dari pihak berwenang dan yang diberi tanggungjawab.
Untuk mencapai obyek wisata sejarah ini, dapat menggunakan berbagai macam alat transportasi. Ada angkutan umum dari Mojoagung menuju Wonosalam yang dapat ditempuh sekitar 30 menit. Lokasi candi persis di tepi jalan raya Mojoagung-Wonosalam. Namun, akan lebih enjoy jika perjalanan memakai kendaraan pribadi (mobil atau motor) sebab setelah kunjungan ke kawasan ini, kita bisa melanjutkan perjalanan sepuasnya untuk menikmati panorama lain di kawasan Pegunungan Anjasmara Wonosalam, apalagi di bulan ini (Desember) kawasan Wonosalam sedang musim durian, kita bisa berburu aneka jenis durian sepuas mungkin. Dengan mengunjungi situs ini dan kawasan sekitarnya, selain akan menambah pegetahuan sejarah dan kebudayaan kita, setidaknya kita juga telah membantu perekonomian para petani-petani kecil dengan memborong produk-produknya seperti durian lokal ini. Daripada uang kita (Anda) yang berlimpah terhambur untuk melancong ke luar negeri dan atau membeli produk-produk impor, alangkah bijaknya kalau Anda kucurkan keberlimpahan uang Anda itu untuk petani dalam negeri, apalagi kondisi sedang krisis seperti saat ini. Ada yang tertarik? Coming soon, please!
Dilihat dari motif atau corak arsitekturnya, Candi Arimbi mempunyai latar belakang agama Hindu, dimana di candi ini dulu terdapat Arca Purwati sebagai istri Dewa Siwa yang sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta. Sementara di pelataran atau halaman candi terdapat arca-arca yang berciri khas Hindu.
Nama lain dari Candi Arimbi adalah Caungkup Pulo. Sedangkan nama Arimbi dihubungkan dengan nama tokoh dalam pewayangan, yaitu Dewi Arimbi sebagai isteri dari Raden Werkudoro. Candi ini mempunyai ruangan pusat, tempat Arca Purwati dan arcanya sekarang di Museum Nasional Jakarta, yang melukiskan Tribuwana Wijaya Tungga Dewi, Raja Majapahit yang memerintah pada tahun 1328-1350 M. Masa pembangunan Candi Arimbi pada abad XIV M pada jaman Majapahit.
Secara administratif letak situs Candi Arimbi berada di Desa Pulosari Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang, secara arsitektural bangunan Candi Arimbi berdiri di atas alas dengan tinggi dan tangga masuk berada di sebelah barat, bahan terbuat dari batu andesit sedangkan pondasinya dari bata, arah hadapnya ke barat. Situs Candi Arimbi sekarang memiliki luas 896.56 m2.
Candi ini terletak di sebelah tenggara Kota Jombang atau sekitar 24 km dari Kota Jombang. Dari Mojoagung atau jalan provinsi yang menghubungan Surabaya-Jombang, candi ini terletak di sebelah selatan dengan jarak tempuh ± 17 km menuju kawasan pegunungan Wonosalam. Tinggi candi ± 10 m, lebar ± 6 m dan panjangnya ± 8 m. Setelah wafatnya Dewi Arimbi, konon jasadnya disemayamkan di Candi Arimbi ini. Sejak saat itu pula lambat laun wilayah di sekitar candi ini dikenal sebagai Dusun Ngrimbi.
Namun sayangnya, candi ini belum pernah dipugar atau mendapatkan perawatan selayaknya sehingga tak tampak lagi kemegahannya. Beberapa bagian candi setinggi sekitar delapan meter mulai terlihat pecah-pecah dan bagian puncak dan tengah keropos. Di musim hujan seperti saat ini, lumut hijau juga semakin subur tumbuh menutupi permukaannya. Hal ini seharusnya tak perlu terjadi jika ada "sentuhan serius" dari pihak berwenang dan yang diberi tanggungjawab.
Untuk mencapai obyek wisata sejarah ini, dapat menggunakan berbagai macam alat transportasi. Ada angkutan umum dari Mojoagung menuju Wonosalam yang dapat ditempuh sekitar 30 menit. Lokasi candi persis di tepi jalan raya Mojoagung-Wonosalam. Namun, akan lebih enjoy jika perjalanan memakai kendaraan pribadi (mobil atau motor) sebab setelah kunjungan ke kawasan ini, kita bisa melanjutkan perjalanan sepuasnya untuk menikmati panorama lain di kawasan Pegunungan Anjasmara Wonosalam, apalagi di bulan ini (Desember) kawasan Wonosalam sedang musim durian, kita bisa berburu aneka jenis durian sepuas mungkin. Dengan mengunjungi situs ini dan kawasan sekitarnya, selain akan menambah pegetahuan sejarah dan kebudayaan kita, setidaknya kita juga telah membantu perekonomian para petani-petani kecil dengan memborong produk-produknya seperti durian lokal ini. Daripada uang kita (Anda) yang berlimpah terhambur untuk melancong ke luar negeri dan atau membeli produk-produk impor, alangkah bijaknya kalau Anda kucurkan keberlimpahan uang Anda itu untuk petani dalam negeri, apalagi kondisi sedang krisis seperti saat ini. Ada yang tertarik? Coming soon, please!
Indonesia memang kaya akan kebudayaan.. Tapi sangat disayangkan ya jika tidak dilestarikan?? Mungkin ini salah satu alasan keterbelakangan indonesia,,
BalasHapusiya di Jombang sendiri masih banyak wisata alam dan beberapa yang belum di perhatikan sama pemerintah
BalasHapus