post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

Minggu, 27 Juli 2014

PERBANDINGAN METODE HISAB DENGAN METODE RUKYAT DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai seorang Muslim, kita telah diperintahkan oleh Allah SWT untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya. Akan tetapi, Umat Islam dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT Telah ditentukan kapan melaksanakan ibadah tersebut. Seperti halnya shaum, baik shaum sunat atupun shaum wajib keduanya telah ditentukan tanggal dan bulan pelaksanannya. Contohnya shaum Ramadhan, shaum Tasu’a Asyuro dan shaum sunat lainnya. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183-184
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang ditentukan. (Depag, 2005 : 28)
Atau seperti halnya shalat yang waktu pelaksannya telah Allah tentukan.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa ayat 103
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (Depag, 2005 : 95)
Perlu kita ketahui, saat ini umat Islam dalam melaksanakan shaum atau ibadah yang lainya seperti Haji, Idul adha dan Idul fitri selalu mengacu pada Kalender Hijriyah atau Almanak Islam bukan kepada Kalender Nasional atau Kalender Masehi. Maka sangat mudahlah umat Islam dalam melaksanakan ibadah tersebut. Karena mereka hanya melihat kalender hijriyah tanpa adanya usaha dalam perhitungannya ketika mereka khendak melaksanakan ibadah tersebut.
Padahal apabila kita meneliti dan mempelajari asal usul Almanak Islam yang dipakai saat ini, maka kita akan mengetahui betapa sulitnya seseorang dalam menentukan kapan terjadinya awal bulan, berapa hari dalam satu bulan, dan kapan batas akhir bulan hijriyah tersebut.
Tentu hal ini tidak terlepas dari metode memperhitungkan pergerakan atau peredaran benda langit dalam suatu data yang tersaji dari pengamatan yang dilakukan beberapa dekade, yang metode itu dinamakan dengan metode Hisab. Akan tetapi, apabila dilihat secara sepintas hal ini sangatlah bertentangan dengan apa yang Rasulullah SAW kerjakan.
Pada zaman Rasulullah SAW, segala permasalahan akan teratasi dengan mudah. Karena pada saat itu hanya Rasulullah-lah yang mampu menjawab segala permasalahan yang muncul. Sepertihalnya permasalahan dalam menentukan awal bulan hijriyah ini, Rasulullah hanya memerintahkan untuk melihat ke langit bagian ufuk barat, apakah bulan sabit muda (hilal) telah nampak atau belum. Maka metode ini terlihat sangat mudah bukan?.
Landasan metode ini sesuai dengan firman Allah SWT. Dalam surat Al-Baqarah ayat 189
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji”. (Depag, 2005 : 29)
Dan juga metode ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang diterima dari Ibnu Umar yang Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: Apabila kamu melihat hilal (di awal Ramadhan) maka berpuasalah, dan apabila kamu melihat hilal (di awal bulan Syawal) maka berbukalah, tetapi jika mendung (sehingga tidak terlihat) maka kadarkanlah (sempurnakanlah)”.
Maka berdasarkan ketentuan-ketentuan itulah terciptanya metode rukyat dalam menentukan awal bulan hijriyah. Secara garis besar, penentuan awal bulan dalam kalender hijriyah ini hanya mengunakan dua metode saja, yaitu metode rukyat dan metode hisab. Akan tetapi, dalam menentukan awal bulan hijriyah ini seringkali terjadi perbedaan antara hasil perhitungan dari metode hisab dengan hasil observasi yang dilakukan oleh metode rukyat. Padahal, kedua metode tersebut seharusnya saling berkaitan dan saling melengkapi satu sama lainnya. Apabila kedua metode ini menghasilkan penentuan awal bulan hijriyah yang berbeda, maka secara otomatis umat Islam akan berbeda pula dalam melaksanakan ibadah shaum dan berhari raya. Contohnya, Persis dengan Muhammadiyyah atau dengan Nahdatul Ulama (NU). Ketiga ormas ini mempunyai metode dan ketentuan yang berbeda dalam menentukan awal bulan hijriyah ini. Sehingga seringkali ketiganya berbeda tanggal dan hari dalam melaksanakan shaum atau berhari raya. Terjadinya perbedaan tersebut, masyarakat luas pada umumnya langsung menyimpulkan bahwa penyebabnya tiada lain adalah perbedaan antara madzhab hisab dengan madzhab rukyat. Akan tetapi, tidak semua ikhtilaf itu disebabkan berbedanya madzhab, melainkan perbedaan tersebut sering terjadi pula karena perbedaan internal antara metode hisab maupun metode rukyat. Masyarakat Islam, khususnya di Indonesia sering dibingungkan dengan hisab dan rukyat ini. Sebab menurut pandangan mereka, lahirnya metode hisab dikarenakan hasil observasi rukyat. Sepintas pernyataan ini benar, tetapi apabila kita mengetahui makna dari hisab dan rukyat maka keduanya sangatlah berbeda, sebab metode rukyat dalam menentukan awal bulan hijriyah tidak akan melahirkan metode hisab akan tetapi metode hisab ini terlahir dari pengamatan peredaran benda langit bukan kenampakan hilal. Oleh karena itu kita harus paham terlebih dahulu apa metode hisab dan apa metode rukyat dalam menentukan awal bulan hijriyah. Berdasarkan permasalahan di atas, penulis mencoba membuat sebuah karya ilmiah yang berjudul
“PERBANDINGAN METODE HISAB DENGAN METODE RUKYAT DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka untuk memahami masalah lebih jelas dan terarah, penulis merumuskan beberap masalah dengan pertanyan sebagai berikut: *
Bagaimana perbedaan antara hisab dan rukyat?
Bagaimana metode hisab dan rukyat dipakai dalam menentukan awal bulan hijriyah?
Bagaimana kelemahan dan kelebihan antara metode hisab dan rukyat?
Pengaruh apa yang ditimbulkan dari perbedaan penentuan awal bulan hijriyah dan bagaimana solusinya?
Tujuan Penulisan Dari perumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan dalam penulisan karya tulis ini adalah sebagi berikut:
Untuk mengetahui perbedaan antara hisab dan rukyat.
Untuk mengetahui bagaimana metode hisab dan rukyat dipakai dalam menentukan awal bulan hijriyah.
Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan antara metode hisab dan rukyat.
Untuk mengetahui Pengaruh apa yang ditimbulkan dari perbedaan penentuan awal bulan hijriyah dan bagaimana solusinya.
Metode dan Teknik Penelitian Dalam penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan Metode Deskriftif dengan Study Literature (kepustakan) yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari buku-buku yang bersangkutan dengan masalah yang dibahas.
hisab dan rukyat

BAB II
HISAB DAN RUKYAT DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH
DESKRIPSI MENGENAI HISAB
A. Pengertian Metode Hisab
Hisab berasal dari kata “hasaba” yang artinya menghitung, mengira dan membilang. Jadi, hisab adalah hitungan, kiraan dan bilangan. (Rukyatulhilal [TN], 2005:1).
Kata hisab banyak terdapat dalam Al-Qur’an, diantaranya mengandung makna perhitungan perbuatan manusia. Akan tetapi, dalam disiplin ilmu falaq (Astronomi) kata hisab mengandung arti sebagai ilmu hitung posisi benda-benda langit. Posisi benda langit yang dimaksud adalah peredaran bulan, bumi dan matahari. Karena dalam peredarannya, umat manusia dapat mengetahui awal bulan hijriyah ataupun masehi serta mengetahui waktu dalam melaksanakan ibadah seperti sholat, shaum, beribadah haji ataupun yang lainnya. Sehingga, hisab ini sering dinamakan dengan falaq syar’i yaitu perhitungan yang dilakukan untuk kegiatan ibadah yang telah ditetapkan waktunya.
Hisab bermakna melihat dengan ilmu atau melakukan perhitungan peredaran bumi terhadap matahari dan bulan pada bumi (Farid Ruskanda, 1995:19).
Dalam Wikipedia yang merupakan kamus besar online dalam internet, hisab adalah perhitungan secara matematis untuk mengetahui posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender hijriyah (Wikipedia [TN], 2008: 1).
Secara harfiyah, hisab bermakna perhitungan. Di dunia Islam, istilah “hisab” sering digunakan dalam ilmu falaq (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 5 yang berbunyi:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ
وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (Depag, 2005 : 208)
Dan dalam surat Ar-Rahman ayat 5:
Artinya: “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”. (Depag, 2005 : 531)
Dalam kedua ayat tersebut, Allah SWT telah menciptakan matahari dan bulan beredar pada porosnya sehingga menjadi acuan dalam memperhitungkan tahun.
Jadi, yang dimaksud dengan metode hisab adalah metode memperhitungkan pergerakan atau peredaran benda langit dalam suatu data yang tersaji dari pengamatan yang dilakukan beberapa dekade untuk mengetahui posisi hilal yang menentukan awal bulan hijriyah.
sejarah singkat
B. Sejarah Dan Perkembangan Metode Hisab
Dalam khazanah intelektual Islam klasik, ilmu falak sering disebut dengan ilmu hisab, miqat, rasd, dan hai’ah. Dan sering pula disamakan dengan astronomi atau “falak ilmi”. Namun dalam perjalanannya ilmu hisab hanya mengkaji persoalan-persoalan ibadah, seperti arah kiblat, waktu salat, awal bulan, dan gerhana. Dr. Yahya Syami dalam bukunya yang berjudulIlmu Falak Safhat min at-Turats al-Ilmiy al-Arabiy wa al-Islamiy (1997) memetakan sejarah perkembangan ilmu hisab menjadi dua fase, yaitu fase pra-Islam (Mesir Kuno, Mesopotamia, Cina, India, Perancis, dan Yunani) dan fase Islam.
Fase Islam ditandai dengan proses penerjemahan karya-karya monumental dari bangsa Yunani ke dalam bahasa Arab. Karya-karya bangsa Yunani yang sangat mempengaruhi perkembangan hisab di dunia Islam adalah The Sphere in Movement (Al-Kurrah al-Mutaharrikah) karya Antolycus, Ascentions of The Signs (Matali’ al-Buruj) karya Aratus, Introduction to Astronomy (Al-Madhkhal ila Ilmi al-Falak) karya Hipparchus, danAlmagesty karya Ptolomeus.
Pada saat itu, kitab-kitab tersebut tak hanya diterjemahkan tetapi ditindaklanjuti melalui penelitian-penelitian dan akhirnya menghasilkan teori-teori baru. Dari sini muncul tokoh falak di kalangan umat Islam yang sangat berpengaruh, yaitu Al-Khwarizmi dengan magnum opusnya Kitab al-Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah. Buku ini sangat mempengaruhi pemikiran cendekiawan–cendekiawan Eropa dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Robert Chester pada tahun 535 H/ 1140 M dengan judul Liber algebras et almucabala, dan pada tahun 1247 H/ 1831 M diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Frederic Rosen.
Selain al-Khwarizmi, tokoh-tokoh yang ikut membangun dan mengembangkan ilmu falak, diantaranya Abu Ma’syar al-Falakiy (Wafat tahun 272 H/ 885 M) menulis kitab yang berjudulHaiatul FalakAbu Raihan al-Biruni (363-440 H/973-1048 M) dengan kitabnya al-Qanun al-Mas’udi,Nasiruddin at-Tusi (598-673 H/1201-1274 M) dengan karya monumentalnya at-Tadzkirah fi ‘Ilmi al-Haiah, dan Muhammad Turghay Ulughbek (797-853 H/1394-1449 M) yang menyusun Zij Sulthani. Karya-karya monumental tersebut sebagian besar masih berupa manuskrip dan lembaran-lembaran yang kusam dan kini tersimpan di Ma’had al-Makhtutat al-’Arabiy Kairo-Mesir.
Di Indonesia ilmu falak juga berkembang pesat. Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia dinyatakan bahwa ulama yang pertama terkenal sebagai bapak falak Indonesia adalah Syekh Taher Jalaluddin al-Azhari. Namun, berdasarkan data historis sebenarnya selain Syekh Taher Jalaluddin pada masa itu juga ada tokoh-tokoh falak yang sangat berpengaruh, seperti Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Ahmad Rifa’i, dan K.H. Sholeh Darat.
Selanjutnya perkembangan ilmu falak di Indonesia dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan dan Jamil Djambek. Kemudian diteruskan oleh anaknya Siraj Dahlan dan Saadoe’ddin Djambek (1330-1398 H/ 1911-1977 M). Diantara murid Saado’eddin yang menjadi tokoh falak adalah H. Abdur Rachim. Beliau adalah salah seorang ahli falak Muhammadiyah yang sangat disegani.
C. Macam-Macam Hisab yang Digunakan Dalam Menentukan Awal Bulan Hijriyah
Terdapat banyak metode hisab untuk menentukan posisi bulan, matahari dan benda langit yang lainnya dalam ilmu falaq. System hisab ini dibedakan berdasarkan metode yang digunakan dengan tingkat ketelitian yang tinggi dan keberlakuan tempat mengenai hasil perhitungan, karena hasil hisab dapat berlaku didaerah perhitungannya ataupun hasil perhitungan dapat dipakai oleh luar daerah bahkan cakupan internasional.
a. Hisab Urfi
“Urfi” berarti kebiasaan atau kelaziman (Farid Ruskanda, 1995: 17). Hisab Urfi adalah hisab yang melandasi perhitungannya dengan kaidah-kaidah sederhana. Pada system hisab ini, perhitungan bulan qomariah ditentukan berdasarkan umur rata-rata bulan sehingga umur bulan dalam setahun qomariah barvariatif diantara 29 dan 30 hari.
Pada system hisab urfi ini, bulan yang bernomor ganjil dimulai dari bulan Muharram berjumlah 30 hari, sedangkan bulan yang bernomor genap dimulai dari bulan Shafar berjumlah 29 hari. Tetapi khusus bulan Dzulhijjah (bulan ke-12) pada tahun kabisat berjumlah 30 hari. Dalam hisab urfi juga mempunyai siklus 30 tahun (1 daur) yang di dalamnya terdapat 11 tahun yang disebut tahun kabisat (panjang) memiliki 355 hari pertahunnya dan 19 tahun yang disebut tahun basithah (pendek) memilik 354 hari pertahunnya. Tahun kabisat ini terdapat pada tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26 dan ke-29 dari keseluruhan selama 1 daur (30 hari). Dengan demikian, periode umur bulan menurut hisab urfi adalah (11 X 355 hari) + (19 X 354 hari) : (12 X 30 tahun) = 29 hari 12 jam 44 menit, walau terlihat sudah cukup teliti, namun yang menjadi masalah adalah aturan 29 dan 30 hari serta aturan kabisat yang tidak menunjukan posisi bulan yang sebenarnya dan sifatnya hanya pendekatan saja. Oleh sebab itulah, maka system hisab urfi ini tidak dapat dijadikan acuan untuk penentuan awal bulan yang berkaitan dengan ibadah misalnya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
b. Hisab Taqribi
Dalam bahasa arab, “Taqrobu” berarti pendekatan atau aprokmasi. Hisab taqribi adalah sistem hisab yang sudah menggunakan kaidah-kaidah astronomis dan matematis, namun masih menggunakan rumus-rumus sederhana sehingga hasilnya kurang teliti. System hisab ini merupakan warisan dari para Ilmuan Falaq Islam masa lalu dan hingga sekarang system hisab ini menjadi acuan pembelajaran hisab di berbagai pesantren di Indonesia.
Hasil hisab Taqribi akan mudah dikenali pada saat penentuan ijtima dan tinggi hilal menjelang tanggal satu bulan qomariah, yaitu terlihatnya selisih yang cukup besar apabila dibandingkan dengan perhitungan astronomis modern.
Beberapa kitab ilmu falaq yang berkembang di Indonesia yang termasuk kategori hisab taqribi ini adalah Sullam An-Nayiroin, Ittifadzatilal-Banin, Fathul Ar-rufdiul mannan, Al-qiwaid Al-falaqiyah dan lain sebagainya.
c. Hisab Haqiqi
Haqiqi berarti realitas atau yang sebenarnya, system hisab haqiqi ini sudah mulai menggunakan kaidah-kaidah astronomis dan matematis serta rumus-rumus terbaru dilengkapi dengan data-data astronomis terbaru sehingga memiliki tingkat ketelitian standar. Hanya saja, kelemahan dari system hisab ini ketika menggunakan kalkulator yang mengekibatkan digit angka hasil hisab kurang sempurna karena banyak bilangan yang terpotong akibat jumlah digit kalkulator yang terbatas. Beberapa system hisab haqiqi yang berkembang di Indonesia diantaranya adalah: Hisab haqiqi,Tadzkiroh Al-ihwan Badi’ah Al-mitsal dan Menara Qudus An-nahij Al-hamidiyah Al-khuasial Wafiyahdan lain sebagainya.
d. Hisab Haqiqi Tahqiqi
Hisab ini Merupakan pengembangan dari system hisab haqiqi yang diklaim oleh penyusunnya memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi sehingga mencapai derajat pasti. Derajat pasti ini sudah dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah juga. Dan perhitungannya telah menggunakan system komputerisasi sehingga bilangan angka tidak ada yang terpotong. Contoh hisab haqiqi tahqiqi adalah Alfalaqiyah Nurul Anwar.
e. Hisab Kontemporer/Modern
System hisab ini menggunakan alat Bantu komputer yang canggih dengan rumus-rumus algoritma. Sebenarnya, system hisab ini dilakukan oleh program komputer yang telah menjadi softwere dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi (hight quality accuration). Contoh softwerenya adalah:Jean Meeus, New Comb, Astronomical Almanac, Mawaqit Ascrip dan lain sebagainya.
D. Cara Menggunakan Metode Hisab Dan Hal Yang Harus Dipersiapkan
Cara menggunakan hisab dalam menentukan awal bulan hijriyah secara umum ada yang menggunakan cara manual atau dengan cara klasik dan dengan cara modern dengan system komputer yang canggih.
Penggunaan hisab urfi dan hisab taqribi secara umum digunakan secara manual atau klasik yaitu hanya memasukan data-data yang sudah tertulis dalam kitab ilmu falak hasil ulama masa lampau. Sedangkan cara yang digunakan dalam hisab haqiqi tahqiqi ataupun modern adalah dengan menggunakan system operasi komputer yang sebagian telah menjadi softwere yang secara otomatis kita hanya memasukan angka untuk mencari dan mengetahui kapan awal bulan hijriyah terjadi.
Hal-hal yang harus dipersiapkan dalam metode hisab ini adalah persiapan mental serta itelektual yang tinggi di bidang ilmu falaq, kitab-kitab falaq yang terdapat data-data astronomi, peralatan tulis menulis, alat Bantu hitung seperti kalkulator atau laptop dan mempersiapkan unit komputer yang didalamnya terdapat softwere untuk menentukan awal bulan hijriyah yang sudah di install.
E. Kelebihan Dan Kelemahan Metode Hisab
Kelebihan dari menggunakan metode hisab dalam menentukan awal bulan hijriyah adalah keefektifan waktu yang terpakai dan ketepatan hasil hisab karena telah didukung dengan data-data astronomis dan kaidah-kaidah ilmiyah. Apalagi jika ahli hisab memakai metode hisab modern atau kontemporer. Sehingga para ahli hisab tidak perlu repot-repot untuk mempersiapkan alat-alat yang digunakan oleh rukyatul hilal.
Sedangkan kelemahannya terletak saat menggunakan alat hitung yang tidak sempurna sehingga hasilnya dapat berbeda dengan ahli hisab yang lainnya. Selain itu banyaknya macam dalam metode hisab mengakibatkan berbada juga hasilnya, antara lain hisab urfi dengan hasil hisab modern atau kontemporer.
DESKRIPSI MENGENAI RUKYAT
A. Pengertian Metode Rukyatul Hilal
Rukyat berasal dari bahasa arab “Ra’a-Yara-Rukyat” yang artinya melihat sedangkan hilal berarti bulan sabit (cresent) yang pertama terlihat setelah terjadinya ijtimak di awal bulan hijriyah. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat 189
Artinya: mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; (Depag, 2005 : 29)
Selain dapat dijadikan tanda bagi manusia dalam ibadah haji, hilal juga dapat dijadikan pertanda mulainya ibadah shaum Ramadhan dan Berhari Raya yang telah dipakai sejak zaman nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW bersabda : “Berpuasalah engkau karena melihat hilal dan berbukalah engkau Karena melihat hilal. Bila hilal tertutup atas kalian, maka sempurnakanlah menjadi 30 hari (H.R. Bukhari-Muslim)
Maka yang disebut rukyatul hilal adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan pengamatan secara visual baik menggunakan mata langsung ataupun dengan bantuan alat terhadap kemunculan hilal (Rukyatulhilal [TN], 2005:1)
Menurut Susiknan Azhari, (2008:183) “Rukyatul hilal adalah melihat atau mengamati hilal pada saat matahari terbanam menjelang awal bulan komariah dengan mata atau teleskop. Dalam astronomi dikenal dengan observasi”.
Dalam wikipedia, metode rukyat didefinisikan sebagai “Upaya melihat hilal dengan mata telanjang atau dengan peralatan modern pada saat matahari terbenam setelah ijtimak (tanggal 29 bulan qomariah) di ufuk barat”.
Dari definisi diatas, maka perlu kita pahami apa yang dimaksud dengan matahari terbanam dan apa arti dari ijtimak.
Matahari disebut terbenam, apabila ujung piringan atas matahari telah meninggalkan ufuk barat. Sedangkan ijtimak adalah posisi dimana sudut elongasi (jaraknya) bulan terhadap matahari adalah nol derajat. Atau posisi bulan, bumi dan matahari segaris dan apabila di lihat dari bumi, tinggi matahari dan bulan sejajar terhadap ufuk.
B. Cara Melakukan Rukyatul Hilal Dalam Menentukan Awal Bulan Hijriyyah dan Hal yang Harus Dipersiapkan
Idealnya, rukyatul hilal atau melihat hilal dilakukan dengan mata telanjang (naked eye) sesuai dengan apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para Sahabatnya. Asal kita tahu tekhnik dan ilmunya, maka rukyat dengan mata telanjang menjadi lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan peralatan Bantu optik. Sebab yang paling penting adalah kualitas sumber daya manusianya bukan pada alatnya.
Dalam melakukan metode rukyat untuk melihat hilal, yang paling utama adalah menetapkan medan rukyat yang memenuhi syarat. Yaitu bebas hambatan dan terletak dilokasi yang mengarah ke ufuk mar’i di arah barat. Salah satu medan terbaik adalah lokasi yang menghadap ke laut. Setelah menentukan lokasi, para ahli rukyat membuat rincian tentang arah dan kedudukan matahari serta hilal sesuai dengan hisab bulan disertai peta proyeksi. Setelah itu, mereka harus menentukan letak proyeksi dan memasang alat Bantu guna melokalisasi (menyatu tempatkan) jalur tenggelamnya matahari sesuai dengan peta proyeksi rukyat yang sudah ditentukan. Hal yang paling penting dalam persiapan rukyat adalah menyiapkan logistik untuk mendukung penyelenggaraan rukyat dan juga menghubungi atau mengajak badan pengadilan agama setempat untuk bersama-sama melakukan rukyat.
Yang harus diperhatikan dalam merukyat adalah seorang perukyat yang memenuhi syarat adil dan berpengalaman, adil disini ialah mampu membedakan antara hilal dengan cahaya lain yang terpantul oleh alat optik. Dan juga perukyat harus melakukan observasi dengan penuh konsentrasi beberapa menit sebelum matahari menyentuh ufuk selama waktu rukyat yang diperhitungkan.
Setelah pelaksanaan rukyat selesai, maka perukyat atau badan rukyat harus merumuskan hasil observasi secara lengkap dan ilmiah sesuai keadaan astronomi, memberitahukan dan melaporkan hasil rukyat kepada pihak terkait serta melaporkannya secara resmi kepada pengadilan agama setempat.
C. Kelebihan Dan Kelemahan Metode Rukyat
Kelebihan dalam menggunakan metode rukyat ketika menentukan awal bulan hijriyah adalah kita telah mengikuti apa yang Rasulullah SAW perintahkan. Selain itu, menggunakan metode rukyat ini akan memberikan keyakinan atas apa yang perukyat lihat berupa pergantian bulan secara langsung.
Adapun salah satu kekurangan dalam menentukan awal bulan hijriyah dengan metode rukyat adalah hasil rukyat tidak dapat digunakan untuk menyusun almanak atau kalender tahunan. Begitu pula hasil rukyat sering diragukan karena dipengaruhi unsur subjektif yaitu adanya perbedaan paham antara suatu ormas dengan ormas lain dan metode rukyat juga tergantung dengan kondisi alam.
Saat ini rukyat umumnya dilakukan dengan menggunakan hisab terlebih dahulu, terutama untuk menetukan waktu, lokasi dan arah rukyat, rukyat juga dijadikan alat untuk membuktikan hasil hisab. Selain itu, kekurangan rukyat terletak pada mathla yang berlaku di daerah itu saja ataupun berlaku di daerah luar.
D. Macam Macam Kriteria Hilal Saat Melakukan Rukyat
Di Indonesia, para ahli hisab rukyat pada umumnya menggunakan tiga kriteria dalam menentukan keberadaan hilal untuk menentukan awal bulan hijriyah. Yaitu :
1. Kriteria Imkanurrukyat
Imkanurukyat adalah salah satu kriteria penentuan awal bulan qomariah yang artinya “kebolehnampakan” dan menurut metode rukyat, imkanurukyat yaitu batas minimal terlihatnya hilal pada akhir bulan hijriyah ketika merukyat. Jadi imkanurukyat adalah kondisi dimana berdasarkan hisab rukyatulhilal sudah memungkinkan untuk di lihat.
Syarat-syarat penentuan awal bulan dengan imkanurukyat adalah sebagai berikut.
- Ijtimak atau konjungsi (conjunction) terjadi sebelum matahari terbenam
- Umur hilal (bulan baru) pada saat matahari terbanam telah lebih dari 8 jam sejak ijtimak.
- Ketinggian bulan di atas ufuk, saat matahari terbnam pada tanggal 29 bulan qomariah tidak kurang dari 2 derajat dan jarak lengkung (bulan-matahari) tidak kurang dari 3 derajat
2. Kriteria Wujudul Hilal
Wujudul hilal adalah kenampakan hilal berapapun derajatnya di atas ufuk barat. Di Indonesia, ini adalah criteria yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam menentuakn awal bulan hijriyah, termasuk dalam menentukan awal Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Dzulhijjah.
Adapun syarat-syarat dalam menentukan awal bulan hijriyah dengan kriteria wujudul hilal adalah sebagai berikut :
- Ijtimak atau konjungsi (conjunction) terjadi sebelum matahari terbenam
- Posisi hilal (bulan baru) pada saat matahari terbenam sudah di atas ufuk, berapapun tingginya, asal lebih besar dari pada NOL derajat.
3. Imkanurrukyat MABIMS
Imkanurrukyat MABIMS adalah Kriteria penentuan awal bulan hijriyah yang ditetapkan berdasarkan musyawarah mentri-mentri agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) yang dipakai secara resmi untuk penentuan awal builan hijriyah pada kalender resmi pemerintah dengan berprinsip awal bulan kalender hijriyah terjadi jika :
- Pada saat matahari terbenam, ketinggian bulan di atas ufuk minimun 2 derajat
- Sudut elongasi (jarak lengkung) bulan matahari minimum 3 derajat
- Pada saat bulan terbenam, usia bulan minimum 8 jam dihitung sejak ijtimak.
SEBAB, AKIBAT DAN SOLUSI DALAM PERBEDAAN AWAL BULAN HIJRIYAH
A. Penyebab Terjadinya Perbedaan Dalam Menentukan Awal Bulan Hijriyah
Dalam menentukan awal bulan hijriyah, umat Islam khususnya ahli hisab rukyat sering mengalami perbadaan. Tentu hal ini terjadi akibat berbedanya persepsi mengenai criteria hilal antara hisab dengan rukyat. Sebab peresepsi yang berbeda mengenai hilal akan menyalahi hasil perhitungan yang lain. Sebagai contoh, persis yang menggunakan Kriteria imkanurrukyat akan berbeda dengan ormas yang menggunakan wujudul hilal.
Selain berbedanya persepsi mengenai hilal, perbedaan ini terjadi karena adanya kepentingan masing-masing agar dapat membedakan antara suatu ormas dengan ormas yang lain.
B. Akibat Dari Berbedanya Awal Bulan Hijriyah
Perbedaan pendapat tentang hisab rukyat serta implikasinya telah menyita banyak energi umat Islam. Sehingga persoalan ijtihad ini sangat berpotensi merusak ukhwah islamiyah. Meskipun dari ijtihadiyah tersebut, apabila tepat perhitungannya akan mendapatkan dua pahala tetapi bila keliru dan kurang tepat akan mendapatkan satu pahala saja. Sedangkan kita mengetahui, bahwa tidak ada kebenaran mutlak atas pendapat ijtihadiyah yang sifatnya terkadang temporal (dalm jangka waktu tertentu) bisa juga bersifat situasional (dalam kondisi tertentu).
Akan tetapi bagi kalangan pedagang, perbedaan hari dalam melaksanakan shaum, haji khususnya berhari raya dijadikan keuntungan bagi tambahan barang dagangannya. Sebab mereka mendapatkan dua atau tiga hari barhari raya.
C. Solusi Perbedaan Awal Bulan Hijriyah
Salah satu usaha untuk menyelesaikan permasalahan mengenai hasil hisab dan rukyat yang terjadi saat ini tiada lain adanya peran pemerintahan yang dapat menyatukan ummat. Serta harus adanya keseragaman mengenai definisi hilal yang kerap menjadi faktor pembedanya. Hilal harus di definisikan mulai dari metode sederhana dengan merukyat tanpa alat Bantu sampai dengan menggunakan alat canggih hasil tekhnologi terbaru, hilal juga harus terdefinisikan dalam kriteria hisab secara klasik maupun secara modern.
Adapun pengertian hilal menurut kesepakatan badan hisab-rukyat Indonesia yang penulis kutip dari artikel T. Djamaludin (2005) yaitu : “Bulan sabit pertama yang teramati di ufuk barat sesaat setelah matahari terbanam, tampak sebagai goresan garis cahaya yang tipis dan bila menggunakan teleskop dengan pemroses citra bias tampak sebagai garis cahaya tipis ditepi bulatan bulan yang mengarah ke matahari”.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah selesai menyusun karya tulis ini, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan. Diantaranya sebagai berikut:
Perbedaan antara metode hisab dengan metode rukyat dapat dilihat dari segi prosesnya.
Dalam menentukan awal bulan hijriyyah, metode rukyat dilakukan pada tanggal 28 sampai 29 atau 30 setiap bulan hijriyah. Sedangkan metode hisab dihitung pada setiap saat dan hasilnya dapat memprediksikan 10 tahun mendatang atau lebih.
Perselisihan awal bulan hijriyyah penyebabnya tiada lain diakibatkan oleh berbedanya pola pandang atau pemahaman mengenai karekteristik hilal yang memberikan informasi sebagai awal bulan hijriyyah.
Selain dapat menimbulkan perpecahan diantara ormas Islam, perselisihan mengenai awal bulan telah menguras habis energi umat Islam yang seharusnya umat Islam menegakan dan menjalankan ajaran Islam yang hakiki. Salah satu solusi untuk menyeragamkan awal bulan hijriyah diantara ormas Islam adalah dengan cara menyamakan persepsi mengenai deskripsi dan krekteristik hilal.
Saran-Saran
Setelah menyusun karya tulis ini, maka penulis berharap agar adanya kebijakan yang mutlak dari pemerintahan dalam hal menyeragamkan hari dan tanggal ketika melaksanakan ibadah shaum, haji dan berhari raya.
Saran dari penulis bagi umat Islam adalah:
Harus adanya keseriusan dalam mempelajari ilmu tentang Astronomi Islam dalam hal penentuan awal bulan hijriyah.
Harus adanya pola pandang yang sama terhadap persepsi mengenai hilal bagi para ormas islam di Indonesia.
Lebih baik menjaga ukhwah di antara kaum muslimin dari pada berpecah belah dan saling tertutup tanpa adanya tenggang rasa dalam menentukan awal bulan hijriyah.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: PT Syaamil Cipta Media.
Al-Hadist Bulughul Marom
Azhari, Susiknan. 2008. Ensiklopedi Hisab Rukyat. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Azhari, Susiknan. 2007. Ilmu Falaq. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Ruskanda, Farid.1995. Rukyat Dengan Tekhnologi. Jakarta: Gema insani press.
Idrus, Akhlaf. 1988. Ijtihad Menjawab Tantangan Jaman. Solo: Ramadhani.
Santoso, Ikbal. 2004. System Penentuan Awal Bulan Hijriyah. Artikel
wikipedia, hisab & rukyat. (http//: wikipedia.org/hisab dan rukyat.html). 2008
fami fachrudin @ isnet. Hisab dan rukyat. 2008
rukyatul hilal.org, hisab dan rukyat. (http//: rukyatulhilal.org/hisab-rukyat.html). 2008
nasyarudin syarif, hisab dan rukyat. Majalah risalah edisi syawal 1423 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar